Rabu, 16 Januari 2008

ANAK-ANAK BORUBUDUR

Photobucket

Di sebuah desa yang dikelilingi tujuh gunung di sekitar Candi Borobudur, sebagian penduduk mencari nafkah dengan menggali bebatuan untuk diukir menjadi patung, sebagian menggali pasir dari perut bumi. Demikian juga Amat (Adadiri Tanpalang), bocahkelas lima, yang kadang membantu ayahnya, Pak Amat (Adi Kurdi) yang bisu. Suasana yang damai, ceria, berubah ketika Amat mengembalikan piala kemenangan lomba membuat patung batu. Alasan Amat, patung itu diselesaikan ayahnya dan diserahkan oleh Siti (Acintyaswasti Widianing). Ia merasa tidak berhak menerima. Penolakan ini mencerai-beraikan ikatan kebersamaan dan kerukunan yang selama ini ada.

Akibatnya Amat dilarang masuk sekolah, dan ayahnya diberhentikan. Amat tak bisa mendapat nasihat dari ayahnya yang bisu. Juga tak bisa dari Yoan (Lani Regina), teman baru yang berbau Jakarta, cucu Eyang Putri (Nungki Kusumastuti) yang pandai menari. Bahkan dari Mbak Mi (Djenar Maesa Ayu) perempuan pengasong yang membesarkan anaknya yang lumpuh layu. Semua memusuhi, atau menjauhi, kecuali hantu sawah. Pada hantu sawahlah, ia mengadu. Sampai akhirnya seorang pengamat seni, Doni (Butet Kartaredjasa) menuliskan bahwa patung itu karya Amat dan hukuman pengasingan bagi Amat tidak mendidik. Doni adalah
pacar ibu guru Ayu (Alexandra T.Gottardo).

Perubahan terjadi ketika Gubernur Jawa Tengah, Ibu Suryani (Christine Hakim) datang dan memberikan hadiah secara langsung. “Hadiah untuk keberanian, untuk kejujuran.” Akankah Amat menolak untuk kedua kalinya? Siapa sesungguhnya yang lebih berani dan lebih jujur menghadapi kehidupan ini: Mbak Mi yang mengasuh anak yang tak mungkin sembuh, Siti yang patuh, atau Yoan dan Eyang Putri yang berlabuh di dunia masa sekarang ini?

Tidak ada komentar: